Bumi dan Langit Pengawasan UN

, , No Comments
Kemarin, Senin 22 Maret 2010, aku melaksanakan tugas pengawasan UN yang pertama. Sesuai jadwal, di hari itu aku mengawasi anak-anak MAN Blora. Sebelum ini aku tidak tahu sama sekali bagaimana MAN dalam menyelenggarakan UN, baik dari segi panitia atau murid-muridnya.

Di awal semua berjalan lancar, panitia cukup bagus meski bukan yang terbaik. Aku sudah pernah melihat sekolah yang lebih baik dalam kepanitiaan.

Pengawasan di Ruang 05

Jam pertama, ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia, aku mengawasi di ruang 05. Ternyata aku bertugas dengan ibu Rini, salah satu guru SMA 1 Ngawen, sama denganku. Memasuki ruang ujian, meja sudah tertata dengan baik. Jarak antar bangku juga sudah sesuai dengan aturan. Hanya meja pengawas saja yang ternyata tidak ditempatkan sesuai dengan harusnya, diletakkan di pinggir.

"wah, pertanda buruk nih," kataku dalam hati.

But it's okay, aku ijinkan anak-anak masuk untuk menempati tempat duduk mereka masing-masing.

Seperti kebiasaan anak-anak yang akan ujian, sebelum duduk mereka menyalami pengawasnya (salah satu kebiasaan yang sering aku soroti karena kesemuannya). Ada yang berbeda dengan MAN ini, di sekolah ini, siswa cowok hanya akan menyalami pengawas laki-laki, dan sebaliknya, yang perempuan hanya akan berjabat tangan dengan pengawas putri. Memang mungkin itu karena mereka anak MAN, dan sudah diajarkan demikian,tapi apapun itu, aku pikir, itu merupakan kebiasaan yang bagus.

Setelah mereka duduk, as usual, kelas disiapkan. Ada sedikit yang beda lagi, disini mereka semua berdiri terlebih dahulu dan kemudian baru, ketua yang ada di ruangan, menyiapkan teman-temannya. Kebiasaan yang berbeda dengan pengalamnku selama ini. Baik di sekolahku sendiri, di SMA tempatku bekerja, atau di sekolah lain yang pernah aku ketahui.

Selain beberapa hal yang tak sama itu, ternyata masih ada perbedaan lainnya. Setelah disiapkan tadi,dan setelah pengawas memberi salam, mereka langsung membaca doa. Sepertinya doa sebelum belajar, doa yang dulu waktu aku kecil aku hafal dan sering aku ucapkan.

"what a surprise," batinku.

Perbedaan yang bagus juga menurutku.

Setelah doa selesai dibaca, aku membacakan tata tertib UN. Semua mendengarkan pastinya, karena memang telinga tidak bisa menolak apa yang ingin mereka dengar. Tapi bukan bahwa mereka memperhatikan tata tertib yang dibaca itu yang penting, mereka mematuhi aturan atau tidak itu yang penting.

Itu juga yang anak-anak ruang 05 perlihatkan. Mereka semua memperlihatkan usaha dalam mematuhi peraturan yang ada. Memang tidak semuanya, tidak 100%, tapi jika diberi skor dengan skala 100 mereka mendapatkan skor 90 untuk sikap mereka dalam melaksanakan ujian. Ada satu dua yang berusaha mencontek, tapi ketika diperingatkan mereka bisa langsung diam dan menurut. Selain satu dua anak yang seperti itu, lainnya bekerja dengan tenang dan jujur.

Singkatnya, ruang 05 merupakan ruang yang hebat! Salut untuk mereka.

Oiya, setelah ujian selesai mereka sebelum keluar juga menyalami para pengawasnya. Hal yang tak pernah aku temui di sekolah-sekolah lain. Yang seperti inilah yang seharusnya, hormat mereka di awal, dengan menyalami ketika masuk, dibuktikan dengan sikap mereka yang bekerja dengan jujur, dan diakhiri dengan jabat tangan pula. Surely, uluran tangan mereka tidak semu.

Aku pikir, yang seperti ini patut ditiru.

Pengawasan di Ruang 08


Setelah break 45 menit, pengawasan di jam kedua dengan mata pelajaran Sosiologi dimulai. Kali ini aku bertugas dengan guru yang tidak aku kenal.

Seperti di ruang 05, meja pengawas di ruang 08 ini juga diletakkan di pinggir. Tapi kemudian,dengan pertolongan dua orang anak,meja itu diletakan di tempat seharusnya. Di tengah.

"awal yang bagus," pikirku.

Selayaknya di ruang 05 juga, anak-anak di ruang ini juga menyalami kami. Aku oleh siswa yang cowok (ya iyalah siswa pasti cowok) dan partner pengawas yang kebetulan perempuan dengan siswi-siswi.

Sebelum LJK dibagikan, aku ingin membaca tata tertib UN, tapi,

"ga usah Pak, tadi sudah," kata teman bertugasku.

Meski, sebenarnya tidak setuju, karena tidak mungkin berdebat di waktu seperti itu, akhirnya aku tidak baca tata tertib itu.

Setelah bel mengerjakan berbunyi, anak-anak langsung mengahadap soal-soal yang ada di depan mereka. Aku dan rekanku, selanjutnya, melengkapi Berita Acara, daftar peserta ujian, dan hal-hal lain yang perlu ditulis.

Aku memang bertugas dengan orang yang tidak aku kenal, tapi ternyata, malah aku lebih banyak ngomong ketimbang waktu aku di ruang 05 dengan bu Rini. Tentu saja bukan aku yang berbicara terus, tapi orang yang disebelahku ngajak ngobrol terus. Walaupun sebenarnya aku enggan, tapi tentu saja aku harus menjawab pertanyaannya.

Selain karena pada dasarnya aku ga suka ngobrol, aku enggan berbicara ketika mengawasi karena itu akan mengganggu anak-anak dan, yang lebih buruk, akan membuat mereka mencontek.

Dan inilah yang terjadi, di ruang 08 ada lebih banyak anak yang mencontek. Jika di ruang 05 tadi cuma satu dua anak, dan itu pun bisa langsung diem ketika diperingatkan, di ruang terakhir ini ada lebih banyak anak. Aku sendiri sudah memperingatkan mereka, ada yang langsung diem dan tidak melakukannya lagi, tapi ada juga yang diem sejenak dan mencoba berbuat curang lagi.

Singkatnya, pengawasanku di ruang 08 tidak berjalan dengan baik. Bukan salah siapa-siapa, itu semua salahku karena, meski sudah terlihat enggan berbicara, aku tidak bisa lebih tegas lagi menolak ajakan partner pengawasku untuk mengobrol.

Dari skala 0 sampai 100 maka ruang 08 aku beri nilai 40 untuk kejujuran mereka.

Mereka memang bukan ruang terburuk yang pernah aku awasi selama ujian, tapi jelas mereka jauh lebih buruk dari ruang sebelumnya.

Seperti bumi dan langit.

0 Post a Comment:

Post a Comment