>Hari ini tadi sebenarnya dimulai dengan buruk. Saah satu tim kesuakaanku, Inter Milan, gagal lolos ke final Coppa Italy. Cuma menang 1-0, jadi secara agregat kalah 3-1. Payah! Ga agresif blas. Gitu pengen jadi juara Champions League, ya ga mungkin lah. Dibantai Barcelona, Liverpool, atau Chelsea tu iya. Beneamata masih belum waktunya jadi kampiun liga jawara-jawara se-Eropa. Tahun depan mungkin. Hopefully seh.
Anyway, walau hari ini awalnya tidak seperti harapanku tapi aku hari ini berangkat dengan semangat. Di hari terakhir UN ini, aku pergi kerja dengan semangat akan melaksanakan tugas lebih baik dari hari kemarin.
”Tidak boleh lagi aku permisif ma anak-anak. Tak akan lagi ruang ujian jadi kacau. Aku harus lebih tegas,” gitu pikirku.
Seperti hari kemarin, saat aku sampai ke sekolah, runag pengawas masih sepi. Kali ini baru ada duan orang guru.satu cewek, satunya lagi cowok. Segera aku bersalaman dengan mereka dan seteah itu duduk di tempat biasanya. Next, as usual, I held my cell phone. Pressed the up-navigation key , which is the file manager shortcut. Tried to find the application menu then open it. Afterward, I looked the opera mini browser. Waktunya baca-baca berita di soccernet.com (dan tentu saja ngecek facebook).
Setelah itu ya biasa, sesekali menyambut jabat tangan guru-guru yang baru datang , basa-basi sebentar, trus dengerin pengarahan sebentar dari Kepala Sekolah. Setelah itu ya langsung bertugas.
Kali ini aku ngawasi di ruang 6. Teman pengawasku sekarang adalah Pak Hadi. Beliau yang pada hari pertama bertugas ngawasi bareng ma aku. Ruang 6 ini ruangnya anak IPS. Mapel kali ini adalah Ekonomi. Mapel yang bisa dikategorikan sulit.
“wah bakalan rame ni anak-anak,” kataku dalam hati.
Seperti biasa, pada saat memasuki ruang, anak-anak semuanya sangat sopan. Mereka menyalami kami pengawas satu per satu, beberapa bahkan ada yang mencium tangan kami. Sweet banget pokoknya. Mereka semua, di sekolah manapun, termasuk di SMA N 1 Ngawen, selalu kayak gitu. Selalu sopan, walau entah tulus atau nggak, terpaksa atau nggak. Yang pasti ketika di awal mereka sopan, nanti di pertengahan jalannya ujian mereka akan terlihat ga sopannya. Mereka nyontek tanpa tedeng aling-aling, diperingatkan tapi tetap saja dilakukan, bahkan terkadang terlihat menyepelekan dan merendahkan para pengawas. Sangat bertolak belakang dengan sikap manis mereka di awal.
Ini pula yang terjadi tadi. Di separuh pertama waktu ujian mereka semua tenang. Walau tidak semua mengerjakan (beberapa ada yang hanya bengong atau membolak-balik soal) tapi yang jelas anak-anak sikapnya sangat baik. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama, di separuh kedua aksi mereka dimulai. Tengok kiri kanan dan belakang mulai dilakukan. Tak ingin keadaan jadi tak terkendali, aku memperingatkan mereka dengan pelan dan sehalus mungkin. As always, peringatanku diindahkan. Tetap saja mereka toleh kiri kanan.
Aku sudah berjanji ma diriku sendiri untuk bertugas lebih baik, maka aku berusaha menepati janjiku itu. Sebelumnya aku berusaha baca Prosedur Operasional Standar. Aku sudah baca POS berkali-kali, tapi kali ini aku baca lagi. Aku ingin memastikan bahwa aku tidak melakukan sesuatu yang salah. Di situ aku cari poin bahwa pengawas tidak boleh berjalan ke belakang, dan setelah aku cari aku tidak menemukan poin seperti itu. Mungkin kalian bertanya kenapa aku mencari poin yang seprti itu. Jawabannya adalah karena aku pengen memperingatkan secra pribadi anak-anak yang tidak bisa dibilangi.
Jadi dalam menyikapi anak-anak yang ngeyelan, aku coba memperingatkan mereka sekali lagi. Aku datangi mereka dengan pelan, aku tegur juga dengan pelan dan juga dengan senyum. Aku juga semangati mereka bahwa mereka bisa.
Tapi memang sulit mengahadapi anak-anak yang kepepet. Anak-anak yang tidak konsekuen dengan pilihannya. Anak-anak yang memilih untuk tidak pernah belajar tapi pengen dapet nilai bagus. Susah banget menghadapi tipe anak seperti itu. Dan itulah yang terjadi pada sebagian besar anak.
Walau sudah aku datangi, aku peringatkan secara langsung tetap saja mereka mencoba berbuat curang. Ngeyel ya? Aku kemudian mencoba mengingatkan mereka tentang tata tertib peserta Ujian Nasional. Aku memohon pada mereka untuk bekerja sendiri-sendiri. Aku bilang dengan nada halus dan pelan,
“Mas…Mbak…saya mohon kalian kerja sendiri. Saya mohonnnnn…banget.”
Aku bener-bener memohon tadi. Tapi setelah aku memohon, mereka ya tetap saja. Kemudian aku sekali lagi bilang pada mereka,
“Mas...Mas…Mbak…Mbak…saya mohon kerja sendiri ya.kalian bisa kok. Cona aja dikerjakan. Pasti bisa kok.”
Hari ini tadi aku mencoba berbagai cara untuk mengontrol keadaan. Tidak sempurna memang, tapi sudah lebih baik dari yang kemarin. Anak-anak sudah kesulitan untuk berbuat curang.
Aku tadi juga coba jalan pojok-pojok depan kelas coz anak-anak yang di deret pojok kalau tidak di dekati tetap aja nyontek. Aga repot sebenarnya, karena, misal, jika aku di pojok kanan, anak yang di pojok kiri akan nyontek. Kalau aku di pojok kiri, maka yang terjadi sebaliknya.
Mungkin aku berlebihan, tapi aku sudah pastikan aku tidak melanggar POS. Dan aku pun tidak akan bersikap demikian jika mereka bisa diperingatkan. ”I got no choice,” pikirku.
Beberapa anak menunjukkan kekesalan, dan juga ketidakhormatan mereka, pada pengawas. Di setengah jam terakhir aku hars kerja keras mengingatkan mereka coz mereka sudah mulai nekat. Aku ingat yang paling vulgar tadi. Anak di meja paling belakang, salah satunya di pojok belakang sebelah kiri, yang mengerjakan soal A (P14), secara terang-terangan bertanya ke teman di sberang bangkunya. Dan yang lebih gila lagi, temannya itu menjawab juga dengan sangat vulgar,
“C,” dengan nada yang keras.
I was a itlle bit shock to hear it.
“Nekat anak ini. Nantang dia,” batinku.
Aku kemudian mendatangi anak yang meneriakkan jawaban tersebut. Aku pegang bahunya dan bilang dengan nada yang pelan, juga tetap dengan senyum,
“Hey…stay cool. Tetap tenang. Coba kerjakan sendiri. Ga usah dibantu temannya. Iya kalo bener, kalo salah gimana? Kasihan kan. Coba kerjain sendiri ya.”
Anak itu tidak berkata apa-apa. Aku bahkan tidak ingat apa dia tadi mengangguk waktu aku ingatkan. Dia hanya memandang dengan mata yang menantang, dan pada saat yang bersamaan ketakutan. Mungkin dia pengen menunjukkan kekeuatannya, bahwa dia tidak takut dengan aku. Tentu saja aku tidak akan melayaninya. Cukup aku ingatkan saja. Tetap dengan nada halus dan senyum.
Bahkan tadi anak yang duduk di bangku pojok depan sebelah kanan, yang mengerjakan soal A (P14), mengacungkan jari tengahnya padaku. Aku tetap saja menyambutnya dengan senyum, dan berkata,
“Ayo kerjakan sendiri.”
Dalam hati aku berkata,
“Terima kasih pujiannya.”
Ketika ujian berakhir, dan anak-anak sudah diluar, aku dengan salah satu anak mengumpat,
“Asu…asu. Asu…asu!”
Di dalam ruangan, sambil memeriksa lembar jawaban, aku hanya tersenyum. They do hate me.
Ketika keluar dari sekolah, menuju pulang, dari spion motorku aku bisa melihat ada satu motor di belakang.
“Ooo….anak Jepon.”
Seperti biasa aku tadi memacu motorku dengan kencang, dan motor yang di belakang, Suzuki Smash warna biru, tetap saja mengikuti. Bahkan dia seperti ingin menyalip (padahalwaktu itu aku ngebut dan cenderung di tengah jalan). Merasa dia ngotot ingin nyalip, aku kemudian mengurangi laju motorku dan sedikit menepikannya. Smash itu lalu menyalip. Anak yang dibonceng terlihat menengok ke belakang melihatku dalam waktu yang sangat lama. Aneh menrutku. Dia seperti ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak melakukan apa-apa. Setelah menyalipku, motor yang ada di depanku itu malah mengurangi kecepatannya. Tentu saja aku dengan speed yang konstan segera melewatinya. Saat aku di posisi yang sejajar dengan Suzuki tersebut, aku bisa melihat anak yang nyetir melihat padaku. Lagi-lagi entah dengan maksud apa. Aku pun terus melanjutkan perjalananku.
Hari ini tadi bisa dibilang sukses. Aku sudah menepati janjiku. Aku sudah melakukan yang lebih baik dari kemarin. Dan yang lebih utama, aku sudah menjalankan tugas yang diberikan padaku.
Apa yang terjadi hari ini saya percaya terjadi hampir di semua tempat. Intensitasnya kadang berbeda memang, tapi yang pasti usaha untuk melakukan kecurangan dalam diri anak selalu ada. Di SMA 1 Ngawen juga (di kesempatan lain akan aku ulas tentang apa yang terjadi di Ngawen).
Sekolah, seperti SMA N 1 Jepon, sebenarnya sudah sangat baik dalam menyelenggarakan ujian. Merka juga sangat jujur dalam melasanakan tugasnya. Tapi memang yang terjadi di ruang, oleh anak, terkadang di luar kuasa mereka. Hal seperti ini sering terjadi di berbagai sekolah.
Aku percaya mereka semua dan melaksanakan tugas dengan baik, dan aku bisa melihat itu. Yang lebih penting sekarang adalah menyiapkan mental anak dengan lebih baik. Melihat ke depan saja. Tomorrow will be better.
Saat ini yang ada dalam pikiranku adalah bagaimana jalannya UN di SMA 1 Ngawen.
0 Post a Comment:
Post a Comment