Perjuangan Inter Milan

, , No Comments

Apa yang kamu rasakan jika kamu menginginkan sesuatu, sedang sesuatu itu sangat susah didapat, hingga kamu harus bekerja sangat keras, hingga bertahun-tahun untuknya? Bayangkan jika kamu mencintai seseorang dan berusaha keras bertahun-tahun, menunggunya bertahun-tahun untuk bisa bersamanya? Tentu kita akan sangat bahagia. Pasti kita kan terharu. Sangat mungkin kita akan menangis.

Itulah yang dirasakan oleh Javier Zanetti, kapten dari Internazionale Milano. Tangis bahagia sang kapten adalah tangis hasil dari perjuangan bertahun-tahun. Sejak tahun 1995 dia bergabung dengan Inter. Sejak saat itu pula dia setia di klub favoritku itu. Saking lamanya disitu (15 musim) hingga menjadikannya pemain berpenampilan terbanyak kedua di La Beneamata, di bawah Giussepe Bergomi, salah satu lengenda Inter lainnya yang juga bek. Rekor itu tahun depan sangat mungkin dipecahkan olehnya.

Bukan tahun-tahun yang mudah 15 tahun bersama Inter. Di awal-awal keberadaannya di klub yang berasal dari Milan ini, dia bahkan harus berpuasa gelar. Saat itu di akhir 90-an dan awal tahun 2000an, Internazionale sangat menderita. Ketika itu  Juventus berjaya dan sering kali tak tersentuh karena bantuan wasit. Aku masih sangat ingat pertandingan terakhir yang menentukan gelar antara Inter vs Juventus (musim 1997/1998), saat Ronaldo sangat jelas diganjal di kotak pinalti tapi wasit tidak meniup peluitnya dan beberapa detik kemudian malah memberi pinalti pada Bianconeri. Kecurangan yang sangat-sangat jelas itu sangat menyakitkan.




Selain di serie A, kekecewaan terutama sering dirasakan ketika La Beneamata selalu tersingkir di Piala Champions (yang sekarang bernama Liga Champions).

Meskipun begitu, J.Zanetti tetap saja di Inter Milan. Bisa saja dia pindah untuk mendapatkan kesempatan meraih trofi (seperti Zlatan Ibrahimovic yang pindah ke Barcelona karena ingin memperoleh gelar liga Champions), tapi tak dilakukannya. Penerus dari Giusseppe Bergomi ini tetap memakai berkostum hitam dan biru.

Akhirnya, malam tadi pengorbanannya terbayar. Trofi liga Champions berhasil diangkatnya, hingga air matanya menetes karena bahagia.

Sebagai supporter, 15 tahun sudah aku menjadi interisti. Sejak kelas tahun 1996, satu tahun, setelah el capitano bergabung ke Nerazzuri, aku menjadi penggemar Inter. Aku juga merasakan masa-masa sulit team kesayanganku ini. Sebelum calciopoli terbongkar, sering kali aku kesal karena perlakuan wasit. Sering pula kekecewaan datang karena Inter tak bisa menggondol piala. Sering seharian ga enak makan karena Inter kalah.  Sering pula menahan kesal diolok-olok teman karena membela Inter. Tapi semua adalah harga yang harus dibayar untuk kebahagiaan yang bisa meneteskan air mata. Grazie El Capitano, Terima kasih kapten.

0 Post a Comment:

Post a Comment